Selasa, 22 Oktober 2013

POSITIF DAN NEGATIF SEBUAH ORGANISASI

By Bidang Organisasi DPU Serikat Pekerja BNI Semarang
Koordinator 1  : Moh. Taqi Ardabili
              Kustanti Dian Puspitasari
  Fakhrurrozzi
Koordinator 2  : Eddy Prasetya  (BNI UKSW, Salatiga, Ambarawa)
              Silfani Maya Astuti
 

 
Sebagai makhluk sosisal, manusia membutuhkan bantuan manusia lainnya untuk mencapai sebuah tujuan yang tidak dapat mereka capai sendiri. Maka dari itu terbentuklah suatu organisasi. Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Organisasi itu sendiri dapat di artikan sebagai wadah atau tampat untuk melakukan kegiatan dimana kita dapat berkreasi serta menyalurkan aspirasi kita, untuk membangun organisasi itu sendiri dalam suatu tujuan yang telah di tetapkan bersama.
 

Organisasi bukan sekedar shared vision,strategy,structure, system, style,staff and skills, organisasi bisa dilihat sebagai sistem sosial, ini cara paling pas melihat organisasi dari perspektif lebih lebar. Menurut Stoner, organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama.

 v  Budaya Organisasi
 

 Budaya organisasi ditandai dengan adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Sharing inilah yang dapat mempengaruhi prilaku orang-orang dalam sebuah organisasi. Prilaku organisasi sendiri merupakan seperangkat tindakan yang ada dalam sebuah organisasi.

Perilaku organisasi melihat bagaimana tingkat individu, tingkat kelompok, serta kinerja baik secara individu, kelompok maupun organisasi itu untuk berinteraksi satu sama lain. Perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol, memprediksi, dan menjelaskan pembagian tugas dan tanggung jawab para anggota dalam sebuah organisasi.
 

Pengorganisasian merupakan suatu bentuk dari pengaturan suatu organisasi yang dilaksanakan oleh para anggotanya untuk mencapai maksud dan tujuan kelompok atau organisasi tersebut. Berbicara tentang pergerakan pada organisasi pemuda maka tentu dirasakan efek atas apa terjadi pada pergerakan organisasi pemuda dan mahasiswa yang terjadi sejak dulu. Dan dapat kita rasakan hasilnya pada saat ini. Di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.
 

Manfaat, fungsi dan tujuan diadakannya kegiatan ekskul baik di sekolah maupun di kampus adalah sebagai wadah penyaluran hobi, minat dan bakat para siswa / mahasiswa secara positif yang dapat mengasah kemampuan, daya kreativitas, jiwa sportivitas, meningkatkan rasa percaya diri, dan lain sebagainya. Akan lebih baik lagi apabila mampu memberikan prestasi yang gemilang di luar sekolah sehingga dapat mengharumkan nama sekolah atau kampus kita. Walaupun secara akademis nilai dari ekstrakurikuler tidak masuk secara langsung ke nilai rapot, namun kegunaannya jauh lebih bermanfaat dari pada tidak melakukan banyak hal di luar jam belajar.

 
v  Syarat-Syarat Tertentu Yang Harus Terpenuhi Dalam Sebuah Organisasi
 

a).Adanya struktur atau jenjang jabatan, kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi memiliki perbedaan posisi yang jelas seperti pimpinan,staf pimpinan dan karyawan.

b) Dalam sebuah organisasi ada pembagian kerja. Artinya setiap individu dalam institusi,baik yang sifatnya komersial maupun social memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

 
v  Dampak Organisasi Dalam Hal Politik
 

Sistem politik mengenai politik organisasi ini dapat terjadi dalam setiap perusahaan atau instansi. Dampaknya bisa positif bisa pula negatif, walaupun banyak yang menyatakan bahwa penerapan sistem politik ini lebih banyak negatifnya karena sangat bergantung pada kebijakan seseorang atau kelompok yang memiliki kekuasaan dalam suatu perusahaan, sehingga kemungkinan merugikan pihak yang lemah sangat besar, itupun jika pihak yang berkuasa lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kesejahteraan orang banyak.
 
 
 

Dalam sebuah penelitian seperti yang dikutip pada buku yang berjudul Organizational Behavior yang disusun oleh Robbins, Stephen P. & Timothy A. Judge, tahun 2011. Dikatakan bahwa terdapat bukti kuat yang memperlihatkan bahwa kesan seseorang terhadap sistem politik ini lebih bernilai yang negatif bagi kepuasan kerja.
 

Kesan atau persepsi terhadap sistem politik ini juga cenderung meningkatkan kecemasan dan tekanan berlebih. Hal ini berkaitan erat dengan anggapan bahwa seseorang yang tidak terlibat dalam politik pasti akan kehilangan kedudukannya, karena akan tersingkir oleh orang lain yang aktif dalam berpolitik. Tetapi jika pekerja ikut aktif terlibat dalam sistem politik ini, biasanya akan mendapatkan tekanan-tekanan lain, karena persaingan yang lebih berat, bukan hanya perebutan kedudukan, hingga akhirnya orang yang tidak dapat bertahan akan memilih untuk mundur dari perusahaan itu.
 

Persaingan dalam suatu perusahaan yang para pekerjanya aktif dan lebih mengedepankan kepentingan pribadi tak jarang mengakibatkan hal-hal yang buruk. Sikap individualistis ini seringkali dilandasi alasan untuk bertahan hidup, karena menurutnya jika tidak menyerang maka dialah yang akan diserang, sehingga iklim kerja pun lebih didominasi oleh persaingan untuk saling menjatuhkan dan mengesampingkan kualitas kinerja.
 

Menurunnya kinerja pegawai pada sebuah perusahaan bisa disebabkan oleh cara pandang pegawai itu terhadap suasana politik yang tidak memihak kepadanya sehingga dianggap tidak adil, hingga akhirnya pegawai itu kehilangan motivasi untuk bekerja. Walaupun sebenarnya ada sisi positif dari politik organisasi ini, tetapi persepsi orang banyak mengenai hal ini sudah cenderung negatif sehingga untuk menunjukkan unsur positifnya diperlukan usaha yang cukup keras, tak jarang harus mengorbankan banyak kepentingan pribadi. Tetapi jika berhasil menyeimbangkan sisi positif dan negatifnya, maka perusahaan akan mendapatkan benefit yang lebih baik.

GOOD BYE SERVICE, WELCOME CARE



Hazairin Bakri (Ketua DPU SP BNI Semarang Periode Thn 2009-2011)

Saat ini menjabat sebagai Pemimpin BNI KLN KLATEN, KCU SRS
 
 
 

SALAM SP....!!
 
Tulisan diatas sejujurnya terinspirasi dari status Blackberry salah seorang sahabat yang berdinas BNI Wilayah Padang, dan setelah ijin copas untuk dijadikan status BB untuk penulis, munculah berbagai tanggapan yang beragam bahkan ada yang menggelikan. Ada yang mengirim message melalui japri kalau service tetap senjata utama dalam bisnis perbankan, ada juga yang merespon bahwa dalam bisnis jasa yang dijual hanyalah service…service dan service….bahkan yang bikin penulis tertawa terpingkal-pingkal ada juga yang menganggap penulis sedang galau dan stress dalam mengemban tanggungjawabnya sebagai Pemimpin KLN untuk meningkatkan bisnis, layanan dan transaksi.
 
Sebenarnya maksud penulis mengangkat judul diatas, bukan berarti ingin memberikan pandangan bahwa unsur service harus ditinggalkan sama sekali. Justru penulis ingin menyampaikan bahwa untuk merebut hati para nasabah perbankan, tidaklah cukup hanya dengan memberikan pelayanan yang prima atau service excellence saja, namun harus diperkuat dengan unsur CARE.
 
Menurut pandangan penulis, kondisi persaingan di sector perbankan saat ini sudah masuk pada fase “Chaos”, yang menimbulkan beberapa konsekuensi dan dampak di pasar, antara lain :
1. Munculnya tuntutan akan berbagai kemudahan
2. Tuntutan nasabah beragam
3. Strategi bisnis bank berubah dari product centris menjadi customer centris
4. Berubahnya paradigma melayani
5. Nasabah telah mengambil alih fungsi control kualitas layanan
6. Kualitas layanan bukan sekedar aktivitas, tapi reputasi dan investasi jangka panjang.
 
Farid Subkan, Chief Operation Markplus Insight dalam tulisannya yang berjudul “Menilik Pratik Service With Care di Dunia Perbankan” (Majalah Marketeer edisi Februari, 2011) memberikan pandangan ada beberapa tingkatan model pelayanan nasabah yang dapat diterapkan oleh bank. Tingkat pelayanan  yang paling dasar adalah pemberian pelayanan standar yang sering disebut dengan service excellence. Pada level ini, bank tidak perlu membeda-bedakan bagaimana cara melayani nasabah antara yang satu dengan yang lainnya dengan asumsi mereka memiliki common needs dan interests yang relatif sama atau paling tidak bisa dianggap sama. Hal itu banyak diterapkan perbankan untuk melayani nasabah segmen mass banking.
 
Pada tingkatan kedua adalah branded service, yaitu pelayanan yang tidak hanya menonjolkan aspek excellence namun juga harus unik atau berbeda dengan para pesaing serta disesuaikan dengan brand promise yang dijanjikan bank kepada target pasarnya. Dengan demikian, pada level ini model pelayanan setiap bank tidak harus sama dengan model pelayanan dari bank lain.
 
Model pelayanan yang paling tinggi adalah  Service with Care. Care dalam model pelayanan ini bukannya sekedar care dalam arti berempati kepada nasabah seperti dalam konsep dasar dalam pelayanan “service excellence”, namun lebih mengutamakan esensi dari sebuah pelayanan yaitu mengutamakan pemberian solusi kepada nasabah. Pada model pelayanan ini, care baru dapat diberikan kepada nasabah jika bank memiliki budaya pelayanan yang kuat yang didukung dengan SDM bank yang memiliki “karakter”.         Karakter yang dimaksud adalah trustworthiness, fairness, responsibility, respect, corporate citizenship, dan caring.
 
Indikator utama sebuah bank menerapkan Service with Care adalah jika nasabah sudah merasakan pelayanan yang caring. Diantara atribut caring yang dimaksud adalah sikap senantiasa peduli kepada nasabah, senantiasa ringan tangan dan siap membantu nasabah, melayani nasabah tidak sekedar karena aspek komersial saja, menunjukkan kesabaran dalam melayani nasabah, sikap melayani yang tulus dan sepenuh hati (tidak robotic), serta mudah memaafkan nasabah jika nasabah membuat kesalahan. Penulis biasa menyebutnyanya dengan istilah care yang tangible dimana semua kepedulian itu harus ditunjukkan dalam bentuk yang nyata atau tidak dibuat-buat (murni dari hati terdalam).
Sependapat dengan Farid Subkan, maka pelaksanaan Service with Care dari sebuah bank akan dipengaruhi secara langsung oleh lima faktor utama yaitu pelayanan yang memiliki credibility dan dependability serta mengutamakan courtesy, comfortability, dan connectivity. Maksud dari credibility adalah bahwa nasabah dapat merasakan adanya jaminan dan merasa yakin akan kualitas pelayanan yang baik yang bisa didapatkan dari sebuah bank. Adapun dependability adalah pelayanan bank yang mengutamakan pemberian solusi kepada nasabah dan bukan sekadar menjalankan SOP. Disini bank disebut sebagai “care giver” dan bukan sekadar “service provider” seperti dalam konsep pelayanan basicservice excellence”. Disamping itu pelayanan harus dijalankan secara “courtesy” yaitu pelayanan yang tidak hanya menonjolkan aspek “hangat dan ramah” namun juga harus disertai dengan sikap kejujuran dan memiliki jiwa melayani (sense of service).
Selanjutnya fasilitas maupun benefit yang bersifat fisik yang disediakan oleh bank harus berorientasi untuk memberikan “comfortability” atau kenyamanan bagi nasabah selama melakukan transaksi baik di cabang maupun di semua channel transaksi yang ditawarkan kepada nasabah.  Disamping itu bank juga harus melakukan komunikasi dengan bahasa yang sangat mudah dimengerti oleh nasabah “customer oriented”. Sedangkan faktor kelima yang secara langsung mempengaruhi Service with Care adalah “connectivity”, artinya bank harus membangun relationship yang kuat dengan nasabah sehingga bisa memahami kebutuhan dan harapan mereka, dan memperhatikan secara sunggguh-sungguh masukan yang disampaikannya untuk perbaikan pelayanan.
Untuk dapat menjalankan lima hal dalam Service With Care tersebut, bank harus didukung oleh lingkungan dan budaya kerja yang memiliki lima sifat karakter. Karakter trustworthiness dan fairness merupakan pondasi utama bagi bank untuk dapat memberikan pelayanan yang credible. Trustworthiness terutama diindikasikan dengan sifat keterbukaan, kejujuran, transparan, sungguh-sungguh, ketulusan, serta sangat menjaga reputasi bank. Sedangkan fairness ditunjukkan dengan sikap yang menjunjung tinggi keterbukaan, keadilan, tidak mengambil kesempatan keuntungan sepihak ketika nasabah sedang lemah, serta menjunjung tinggi peraturan yang berlaku.
Adapun sebuah pelayanan yang dependable dapat dijalankan oleh bank jika lingkungan kerja dan SDM perusahaan menjunjung tinggi asas responsibility. Hal tersebut diantaranya ditunjukkan dengan sikap yang berorientasi hasil dan bukan sekedar menjalankan prosedur serta memiliki tanggung-jawab yang kuat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada nasabah. Disamping itu, courtesy kepada nasabah dapat dijalankan dengan baik apabila lingkungan kerja bank memiliki budaya respect. Budaya respect ini diantaranya ditunjukkan dengan sikap menjunjung tinggi rasa hormat dan saling menghargai, bertutur kata secara santun, dan memberikan perlindungan kepada nasabah. Hal yang sangat penting dan menjadi pilar dasar bagi keberhasilan semua dimensi Service with Care adalah corporate citizenship. Apabila bank tidak didukung oleh SDM yang memiliki karakter ini, maka akan menjadi sulit untuk mewujudkan seluruh nilai-nilai dalam budaya pelayanan yang diusung. Hal ini diantaranya ditunjukkan dengan sikap karyawan yang menunjukkan sportifitas dalam menjalankan aturan dan policy bank untuk kepentingan perusahaan dan nasabah.
 
Pada kesempatan ini, penulis juga sampaikan beberapa hasil survey atau data statistic yang berkaitan dengan kualitas layanan, antara lain :
 
  1. Data statistic dari Quality at work mengenai alasan menghilangnya nasabah dari berbagai perusahaan jasa : 1 % dikarenakan meninggal dunia, 3 % pindah tempat tinggal, 4 % menghilang dengan sendirinya, 5 % berpindah menurut anjuran teman, 9 % price tempat lain lebih baik, 10 % karena mengeluh terus menerus dan 68 % petugas acuh tak acuh dengan kebutuhannya (tidak care).
  2. Hasil Studi “National Productivity Board” di Singapura, menunjukkan : 77 % responden menyatakan tidak akan kembali jika mendapatkan pelayanan yang buruk di perbankan, restoran, pusat perbelanjaan atau “service counter” dan 55 % responden menyatakan akan memberitahukan kepada teman mereka agar tidak pergi ke tempat tersebut.
  3. Fakta-Fakta Penting : 1. Hanya 5 % nasabah yang tidak puas akan complain kepada perusahaan dan sisanya yang 95 % langsung pindah ke competitor (tempat lain). 2. Satu orang nasabah yang tidak puas, akan cerita kepada 10 s/d 20 orang teman/koleganya, sementara itu nasabah yang puas hanya akan memberitahu maksimal kepada teman/koleganya. 3. Butuh biaya lima kali lipat untuk mendapatkan pelanggan baru daripada membina pelanggan yang sudah ada.
 
“ Nasabah bukanlah orang asing pada bisnis kita, ia adalah bagian dari kita, jika kita tidak memahami nasabah, berarti kita tidak memahami bisnis kita ”
 
“ Kita tidak melayaninya karena kemurahan hati kita, tapi dialah yang memberikan kemurahan kepada kita dengan memberikan kesempatan kepada kita untuk melayaninya “
 
TERIMAKASIH SEMOGA BERMANFAAT

Minggu, 06 Oktober 2013

FIGHTING SPIRIT

Belajar Pantang Menyerah dari “Diana Golden”


 
Hazairin Bakri (Ketua DPU SP BNI Semarang Periode Thn 2009-2011)

Saat ini menjabat sebagai Pemimpin BNI KLN KLATEN, KCU SRS

 


SALAM SP...!!
 
Siapakah Diana Golden ? kenapa untuk tangguh kita bisa mengambil inspirasi dari dia ?
 
Dan bagaimana caranya merubah situasi dari sebuah lingkungan yang tidak menyenangkan dan diri sendiri juga kebetulan sulit untuk berubah karena mental sudah “give up” pada kondisi yang sulit ?
 
Mari kita belajar dari Diana Golden yang tangguh dan berani menghadapi kesulitan hidup. Tujuan dari tulisan ini adalah semoga setelah membaca kisah inspiratif dari Diana Golden yang tangguh dan berani menghadapi tantangan hidup, kita semua akan termotivasi dan terinspirasi untuk “Fight On” dalam menghadapi permasalahan hidup  yang seakan-akan tidak ada titik terangnya dalam hidup ini.
 
Diana Golden adalah atlet Skiing (sky) bertaraf internasional untuk katagori orang-orang cacat (disable) dan sekaligus satu-satunya atlit disable yang ikut bertarung pada olimpiade skiing untuk orang-orang normal. Terlahir di Lincoln, Massachusetts, USA pada                  20 Maret 1963.  Pada umur 12 tahun kaki kanannya harus diamputasi karena kanker. Namun demikian setelah masa rehabilitasinya selesai dia tetap aktif pada cabang olah raga kesukaannya skiing (sky) dan dia bahkan meraih medali emas pada olimpiade orang cacat. Atas prestasi tersebut Diana Golden tidak pernah meras puas, bahkan dia selalu bertanya kenapa hanya berlomba di katagori orang disable (cacat) saja. Untuk itu Diana Golden terus berlatih dengan tekun dan pantang menyerah, sehinggan pada akhirnya Diana Golden direkomendasikan untuk bisa ikut kejuaraan olimpiade skiing untuk orang-orang normal. Bayangkan orang cacat dengan 1 (satu) kaki ikut bersaing/berkompetisi di arena sekelas olimpiade dengan orang-orang normal.
 
Sebenarnya yang mau dipelajari dan dipahami dalam tulisan ini adalah bukannya perjuangan Diana Golden dalam merubah medali emas, meskipun itu sudah sangat spektakuler dengan sendirinya, tetapi yang mau kita bahas adalah bagaimana Diana Golden mampu mengatasi perjuangan hidup melawan kanker.
 
Sesuai kesaksiannya, Diana Golden pada usia 12 tahun harus kehilangan kaki kanannya untuk diamputasi, kemudian pada usia 29 harus kehilangan kedua payudaranya karena terkena kanker payudara dan ironisnya operasi payudara tersebut dilakukan pada malam tahun baru, serta beberapa bulan kemudian harus diangkat kandungannya yang juga terkena kanker sehingga tidak bisa menjadi seorang ibu yang sempurna, bahkan untuk menghibur dirinya sendiri, dia mengadopsi anak anjing, yang untuk beberapa minggu kemudian anak anjing itupun mati karena terserang sebuah penyakit. Saking putus asanya Diana Golden memutuskan untuk bunuh diri. Namun wanita tangguh ini akhirnya mampu mengatasi gejolak batin dan mengatasi cobaan hidup yang sangat berat.
 
Pertanyaanya, apa yang dilakukan Diana Golden sehingga dia tetap termotivasi, bahkan untuk itu dia mau berkeliling dunia untuk memberikan kesaksian untuk memotivasi orang lain.
 
Menurut Diana Golden ada bebarapa hal yang harus dilakukan takala kita berada pada kondisi tidak menyenangkan dan diri sendiri juga kebetulan sulit untuk berubah karena mental sudah “give up” pada kondisi yang sulit ?...dan kuncinya adalah :
 
1.   COURAGE atau KEBERANIAN
 
“Courage” atau keberanian memang selalu berbeda untuk masing-masing person.  Bagi     sebagian orang mengisi bensin secara self service itu adalah hal yang biasa dan sama sekali tidak memerlukan “courage” atau keberanian, namun bagi orang lain, misalnya yang buta huruf melakukan hal yang sama/sejenis memerlukan sebuah keberanian yang luar biasa. Untuk orang-orang tertentu “courage” diperlukan untuk hal-hal yang spektakuler, misalkan harus menyanyi di hadapan petinggi atau pejabat negara atau dihadapan ribuan penonton, untuk orang lainnya lagi “courage” diperlukan  hanya untuk mempertahankan hidup agar bisa menjalani kehidupan hari demi hari. Namun apapun bentuknya, “courage” adalah sebuah keberanian untuk keluar dari “zona nyaman”  dan untuk menghadapi semua ketakutan agar dapat mendorong kita menuju one step at time. “Courage” adalah juga bagaimana cara kita menjalankan kehidupan di hari demi hari. Diana Golden juga mengatakan “hadapilah tantangan hidupmu satu demi satu, satu hari demi satu hari dan satu langkah demi satu langkah”.
 
2.   CONFRONT YOUR FEARS (Hadapi Ketakutan Anda)
 
Diana Golden memberikan kesaksian bagaimana dia harus mandi bersama-sama di shower umum di sebuah gym tanpa penghalang/sekat sehabis berlatih skiing. Bagaimana Diana Golden menghadapi rasa minder melihat teman-teman sesama pemain skiing baik yang telah dikenal maupun yang belum dikenal memiliki tubuh yang utuh dan sempurna. Pada awalnya Diana Golden memang sangat minder sekali. Namun akhirnya dia mampu menghadapi rasa minder dan ketakutannya tersebut. Sebenarnya sejak menjalani operasi demi operasi Diana Golden tidak pernah mau melihat dirinya secara utuh di kaca kecuali hanya untuk melihat wajahnya. Dia selalu menghindar untuk melihat “body-nya”, karena masih belum bisa menerima keadaanya sendiri. Namun lama-kelamaan Diana Golden sadar bahwa dia tidak bisa menjalani hidupnya seperti ini, hingga pada suatu hari dia dengan jujur dan berani melihat tubuhnya secara utuh didepan kaca, dan akhirnya dia dapat menerima takdir ini bahwa inilah Diana Golden yang sebenarnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Jadi kunci dari perubahan Diana Golden adalah  ketika dia berani menghadapi ketakutan dirinya sendiri. Bagi Diana Golden keberanian untuk melihat tubuh dirinya sendiri secara terbuka dan jujur memerlukan lebih banyak “courage” dari pada melakukan skiing dengan kecepatan 120 km/jam menuruni gunung Aspen atau bahkan memerlukan lebih banyak lagi ‘courage” dari pada menang dan memperoleh medali emas di kancah olimpiade skiing. Sahabat, kita semua punya ketakutan masing-masing, dan saran Diana Golden untuk itu adalah “ Let’s Confront our fears, honesly and openly face to face. Harus selalu diingat bahwa setiap perubahan datangnya dari diri sendiri dan lebih diingat lagi bahwa setiap person adalah spesial, karena setiap manusia adalah ciptaan Tuhan.
 
Diana Golden juga mengatakan “You don’t have to confront every fears” atau kita tidak harus menghadapi semua ketakutan yang ada, karena “fear is not always logical” (ketakutan tidak selalu masuk akal). Menurut Diana Golden kita hanya perlu menghadapi ketakutan-ketakutan kita yang bisa menghalangi kesuksesan dan keberhasilan kita saja. Ketakutan yang tidak berpengaruh  sama sekali dengan keberhasilan kita, ya biarkan saja. Sebagai contoh Diana Golden sangat takut sekali dengan binantang cacing. Namun dalam profesi dia sebagai pemain skiing profesional atau profesi dia sebagai motivator kelas dunia jarang sekali dia akan bertemu dengan cacing. Jadi “fear” Diana Golden tergadap cacing bukanlah hal yang dapat menghalangi kesuksesan dan kemajuannya sebagai atlet skiing dan motivator atau dengan kata lain meskipun ada ketakutan dengan cacing yang amat sangat, dia tidak perlu menghadapi dan mengatasi ketakutan itu, karena cacing tidak akan pernah bisa menghalangi keberhasilannya.
 
3.   COURAGE  ALSO MEAN’S KEEP COMING BACK (PANTANG MENYERAH)
 
Kita sudah bahas bagaimana Diana Golden memiliki keberanian untuk confront a fears, dan dengan melihat dirinya sendiri secara utuh, terbuka dan jujur di depan kaca selama ± 20 menit... akhirnya semua masalah sudah selesai. Namun Diana Golden juga mengingatkan pula bahwa “courage” bisa dalam bentuk “keep coming back” atau pantang menyerah. Sebagai contoh seorang salesman yang tetap mencoba dan tidak pernah menyerah walaupun sudah ditolak berulang kali, atau seperti seorang wira usaha yang tetap mencoba lagi dan mencoba lagi meski sudah beberapa kali usahanya mengalami kegagalan atau juga bisa seperti seseorang yang berulang kali mengirim surat lamaran kerja meski sering ditolak itu adalah apa yang disebut Diana Golden sebagai Keep Coming Back. Diana Golden cerita bahwa takala dia berlomba di katagori orang cacat olimpiade skiing, dia selalu berada di posisi terakhir, bahkan ada kompetitornya yang lain meremehkan dia, sehingga Diana Golden juga sempat patah semangat. Suara kecil dalam batinnya mengatakan “sudahlah Diana, menyerah sajalah”, tapi suara lainnya juga berkata “ masa begini saja menyerah, ayo donk bangkit !!!”, dan Diana Golden memilih bagkit. Akhirnya dari posisi buntut, Diana melakukan latihan secara terus menerus tanpa pantang menyerah, hingga dia memperoleh medali emas dan dapat masuk pada olimpiade skiing untuk orang-orang normal. Itu sungguh-sungguh perlu “courage” untuk pantang menyerah.....pantang menyerah....pantang menyerah, and some time “courage” mean’s just PANTANG MENYERAH. HAVE COURAGE ALL MY FRENDS.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Selasa, 01 Oktober 2013

Jiwa Sosial Tidak Akan Padam

Written By Social Team DPU Serikat Pekerja BNI Semarang
1.Mega "Metha" Tanjung Sari
2.Dia Erlinda "Ndut" Mayasari
3.Himmawan "Ghozok" Wali Dhany
4.ans Special Perform Mr.Wahid Aldri"Yono".

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dewasa ini bank sudah berkembang secara luas bukan hanya sebagai tempat menabung maupun peminjaman uang. Saat ini bank sudah berkembang mempengaruhi ekonomi masyarakat dalam tingkat nasional, maupun dalam tingkat internasional.  Dalam skala yang sangat besar ini tentu bank sangat membutuhkan Teknologi untuk pengelolaanya karena bank sudah mencakup lingkup yang sangat besar hingga dunia internasional.  Dibuktikan dengan berpadunya jaringan antar Bank secara Nasional dan Internasional. Penggunaan Teknologi dalam bidang perbankan diharapkan dapat memudahkan pihak bank maupun pengguna jasa bank

Perkembangan Teknologi yang berkembang dewasa ini memberikan banyak manfaat kepada peradaban manusia di era modern ini. Setiap orang merasakan dampak dari perkembangan Teknologi Informasi dari masa ke masa. Perkembangan Teknologi sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di masa ini maupun di masa mendatang. Oleh karena itu manusia di era modern seperti saat ini dituntut untuk mengetahui dan mengikuti perkembangan Teknologi agar dapat bersaing dalam persaingan yang ketat di era globalisasi seperti saat ini maupun di masa mendatang. Beraneka macam Gadget tumbuh begitu cepat bak jamur dimusum cendawan. Bahkan paradigma menjadi bergeser yakni Gadget akan menjadi penegas status sosial seseorang dalam masa sekarang ini.

Pada awalnya bank hanya sebuah jasa yang melayani penukaran uang, kemudian berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang (tabungan), lalu berkembang lagi menjadi tempat peminjaman uang. Tetapi lama kelamaan kegiatan secara fisik sudah tergantikan dengan System Online dan jasa pelayanan E Chanel, ATM Tunai, ATM Non Tunai, ATM Cash Deposit Machine, Phone Banking, SMS Banking, Internet Banking dan mesin EDC. Seluruh Teknologi yang sudah diterapkan dalam kegiatan perbankan tersebut menjadikan tidak ada lagi batasan ruang dan waktu serta jarak. Dalam hitungan detik kita dapat melakukan berbagai transaksi. Dan hanya sekejap mata pula sang penerima sudah dapat menikmati hasil yang kita kirimkan. perbankan saat sudah dalam taraf saling bersaing menggunakan teknologi yang lebih unggul untuk bisa meraih “market share” yang lebih besar diantara pesaing yang ada meskipun tentunya layanan dalam arti fisik tetap kita pertahankan. Kecanggihan teknologi memang sangat dirasakan membantu tetapi disadari ataupun tidak teknologi justru mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Sebagai insan BNI tentunya kita tidak ingin turut larut dalam hal tersebut. Sebagai Bank yang bergerak dalam bidang jasa seluruh insan BNI juga dituntut turut serta bisa membantu mendekatkan seluruh aspek produk kepada nasabah sehingga tidak ada alasan lagi bahwa teknologi membatasi ruang gerak kita sebagai mahluk sosial kepada nasabah. Secanggih apapun teknologi tetap membutuhkan aspek manusia dalam pendekatannya kepada nasabah maupun dalam berinteraksi dengan sesama insan BNI. Rasa saling berbagi dan saling membantu hendaknya tidak larut dalam keegoisan yang diakibatkan perkembangan teknologi, saling berbagi dan membantu dapat diwujudkan dalam banyak hal. Karena sebagai mahluk sosial interaksi antar pegawai sangat dibutuhkan.


Bidang sosial sebagai bagian dalam DPU SP BNI KCU Semarang bertugas menjembatani insan BNI dalam hal saling berbagi dan saling membantu baik kepada sesama insan BNI beserta keluarganya maupun keluar kepada masyarakat secara umum. Kegiatan yang telah dilakukan oleh bidang sosial antara lain menyalurkan bantuan tali asih yang diberikan keluarga insan BNI yang meninggal. Dan dalam beberapa kasus dalam hal ini permohonan bantuan dari DPD lain. Tanpa kita sadari sedikit bantuan yang telah disalurkan ternyata sangat membantu meringankan beban yang harus di tanggung. Seperti Contoh Permohonan dari KCU Sengkang mengenai Kecelakaan yang dialami salah satu insan BNI yang mengakibatkan ybs meninggal dunia serta dalam kasus khusus yakni mengenai Jamal dari Cabang lain yang mengalami perampokan dan mengalami luka dan cacat permanen.

Suka duka tentu dialami anggota yang terlibat dalam bidang sosial karena kadangkala jeda waktu yang cukup lama dalam pengumpulan dana, surat yang tidak sampai, info yang dianggap terlambat dan terkadang (mohon Maaf) ada beberapa pihak yang dirasa “agak” sulit dalam penyaluran bantuan dimaksud tentunya menjadikan semangat team yang ada yang mengendur. Tetapi sebagai ujung tombak maka seluruh hal tersebut justru dijadikan pelecut team dalam bekerja. Manakala seluruh bantuan telah terkumpul dan pada waktunya tali asih disalurkan kepada yang dituju senyum bahagia dan tangis ketulusan dari rekan rekan yang menerima tali asih tersebut tak dapat digantikan oleh apapun. Bukan dilihat dari jumlahnya yang terkumpul tapi dari ketulusan untuk saling berbagi dan saling memberikan empati tak dapat tergantikan oleh apapun.

Sebagai satu cerita ketika salah satu Jamal BNI KCU Semarang yang harus kehilangan rumah demi menyembuhkan sang istri tercinta dari penyakit yang diderita, dan pada akhirnya sang istri meninggal dunia. Manakala bantuan tali asih dari rekan rekan yang dikoordir oleh bidang sosial diberikan tak terasa air mata mentes, kehilangan orang yang dicintai untuk selamanya, tidak memiliki tempat bernaung dan memiliki tanggung jawab dalam mengasuh serta membesarkan buah hati  sebagai orang tua tunggal. Meskipun kecil tapi arti ketulusan dan persaudaraan serta kepedulian dari seluruh insan BNI itulah yang menjadikan tali asih yang terkumpul menjadi lebih besar artinya dan menjadikan lebih semangat dalam melanjutkan hidup. Hal seperti inilah yang  menjadikan team menjadi lebih giat lagi karena energi berbagi akan menjadikan arti hidup secara individu menjadi lebih baik lagi.

Kegiatan dengan Tagline “Indahnya berbagi” kepada masyarakat diluar BNI memang masih menjadi pekerjaan rumah yang belum dilaksanakan dari Bidang Sosial karena beberapa hal tetapi akan tetap menjadi rencana yang diharapkan akan dapat terealisasikan dengan baik.

Keberhasilan bidang sosial memang tidak akan pernah bisa diukur dalam angka maupun kuantitas. Tetapi karena manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial yang tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang lain maka diharapkan tidak menjadikan batasan bagi seluruh insan BNI untuk saling berbagi meskipun dalam kesibukan maupun tuntutan kerja yang semakin lama semakin berat serta kemajuan teknologi yang secara tidak langsung menjadikan manusia sebagai individu yang lebih “individualis” dan menjauh dari rasa sosial.


Selamat bekerja kami ucapkan bagi seluruh insan BNI dimanapun berada dan tidak lupa kami sampaikan untuk selalu berdoa dan melaksanakan kewajiban yang ada. Semoga tulisan ini menjadikan kita lebih terbuka dan menambah wawasan bahwasannya memberikan bantuan meskipun sedikit dalam jumlah akan tetapi bisa memberikan efek yang luar biasa bagi sang penerima maupun pemberi bantuan karena ketulusan dan keikhlasan kita. Tetap selalu dekat dan berkomunikasi baik secara fisik maupun Visual selalu kita jalin dimanapun berada sesibuk apapun kita bekerja dibawah target yang semakin lama semakin. Teknologi yang semakin maju hendaknya kita rangkul dan berdayakan untuk menjadikan BNI semakin unggul dalam Layanan dan Kinerja karena sebagai Fondasi seluruh Insan BNI sudah memiliki rasa sosial kemasyarakatan dan semangat saling berbagi serta memberi lebih baik dari Bank manapun yang ada. Hal tersebut harus kita resapi dan masukan dalam sanubari kita. Berikanlah yang terbaik dari diri kita bagi nasabah dan seluruh insan BNI niscaya kita akan menjadi yang terbaik.