Savoy Homann 19 – 22 November 2008
ANGGARAN DASAR
SERIKAT PEKERJA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk
PEMBUKAAN
Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka mengisi cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 adalah merupakan tanggung jawab bersama seluruh bangsa Indonesia termasuk di dalamnya para pekerja PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk untuk selanjutnya disebut BNI.
Oleh sebab itu, dengan semangat kebersamaan, para pekerja bermitra dengan manajemen/Direksi BNI untuk menumbuhkembangkan usaha BNI, sehingga mampu memberikan andil yang optimal dalam pembangunan ekonomi Indonesia, memajukan BNI sesuai dengan cita-cita pendirinya serta meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Guna mewujudkan peran serta para pekerja BNI dalam mencapai cita-cita dimaksud, terdapat suatu kehendak bersama para pekerja BNI untuk bersatu secara utuh dalam wadah organisasi para pekerja BNI yang demokratis, tidak berafiliasi dengan organisasi politik manapun, serta mampu mengayomi dan mengembangkan para pekerja dengan tetap berpegang pada falsafah dan dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan dilandasi semangat kekeluargaan, serta Budaya Kerja Perusahaan, para pekerja BNI dengan ini menyatakan berdirinya “SERIKAT PEKERJA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk” dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam Anggaran Dasar ini yang dimaksud dengan:
1. Pekerja BNI untuk selanjutnya disebut ‘Pekerja’ adalah:
- Pegawai tetap, yaitu pegawai yang diangkat oleh BNI dengan surat keputusan tersendiri;
- Pegawai tidak tetap, yaitu pegawai yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja antara BNI dengan pegawai yang bersangkutan untuk waktu tertentu;
3. Perusahaan adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau disingkat BNI.
4. Anggota adalah Pekerja yang memenuhi persyaratan sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
5. Kantor Besar adalah Kantor Besar PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Kav.1 Jakarta Pusat (10220) atau alamat lain yang ditunjuk sebagai Kantor Besar PT Bank Negara Indonesia ( Persero ) Tbk.
6. Divisi/Biro/Satuan/Unit adalah unit-unit kerja BNI yang berada di Kantor Besar dan atau alamat lain yang ditentukan namun masih merupakan bagian dari Kantor Besar yang bukan merupakan Unit Kerja Lainnya.
7. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah PT Bank Negara Indonesia ( Persero ) Tbk, beralamat di Gedung Kantor Wilayah masing-masing yang ditunjuk sebagai Kantor Wilayah PT Bank Negara Indonesia ( Persero ) Tbk.
8. Kantor Cabang adalah Kantor Cabang PT Bank Negara Indonesia ( Persero ) Tbk, baik kantor Cabang Konvensional maupun Syariah, beralamat di gedung Kantor Cabang masing-masing yang ditunjuk sebagai Kantor Cabang PT Bank Negara Indonesia ( Persero ) Tbk, dan unit-unit kerja yang merupakan bagian dari Kantor Cabang.
9. Unit Kerja Lainnya adalah Unit Kerja di luar organisasi Kantor Cabang/Kantor Wilayah yang bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah dan atau Divisi/Biro/Satuan/Unit antara lain tetapi tidak terbatas pada Regional Office Card Center, ATM Regional Center, Branch Quality Assurance, Regional Quality Assurance, Sentra Kredit Kecil (SKC), Sentra Kredit Konsumer (SKK), Sentra Kredit Menengah (SKM) dan lain-lain.
BAB II
NAMA, SIFAT, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 2
Nama
Serikat Pekerja ini bernama Serikat Pekerja PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, disingkat Serikat Pekerja BNI.
Pasal 3
Sifat
Serikat Pekerja bersifat mandiri, demokratis, bebas, tidak berafiliasi dengan partai politik, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi pekerja lainnya.
Pasal 4
Waktu dan Kedudukan
1. Serikat Pekerja didirikan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 1999 dengan batas waktu yang tidak ditentukan.
2. Serikat Pekerja berkedudukan hukum di Jakarta dan dapat mempunyai perwakilan-perwakilan yang ditentukan kemudian.
BAB III
ASAS, FUNGSI DAN KEDAULATAN
Pasal 5
Asas
Serikat Pekerja berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 6
Fungsi
Serikat Pekerja mempunyai fungsi:
1. Sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama dan dalam penyelesaian perselisihan industrial;
2. Sebagai wakil Anggota dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Swadharma/Koperasi Pegawai Perusahaan;
3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Sebagai sarana untuk melindungi dan memberikan pembelaan hak anggota terhadap permasalahan antara Anggota dengan Perusahaan serta menyalurkan kepentingan para Anggotanya;
5. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan Anggota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Sebagai wakil Anggota dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya
7. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotannya.
Pasal 7
Kedaulatan Organisasi
1. Kedaulatan Serikat Pekerja berada di tangan Anggota dan dilaksanakan sepenuhnya melalui musyawarah menurut jenjang organisasi Serikat Pekerja.
2. Musyawarah Nasional merupakan pelaksana kedaulatan dan kekuasaan tertinggi Serikat Pekerja.
BAB IV
TUJUAN, TUGAS POKOK DAN USAHA
Pasal 8
Tujuan
Tujuan Serikat Pekerja adalah:
1. Terwujudnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di BNI serta terjaminnya perlindungan hak-hak Anggota, ketenangan dan kelangsungan kerja untuk:
- meningkatkan kesejahteraan Anggota dan keluarganya;
- meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan produktivitas Anggota;
- meningkatkan perlindungan terhadap hak dan kepentingan Anggota;
- Meningkatkan keharmonisan hubungan antara Perusahaan dengan Anggota;
- Menjembatani komunikasi Perusahaan dengan Anggota.
Pasal 9
Tugas Pokok
Untuk mencapai tujuannya, Serikat Pekerja mempunyai tugas pokok:
1. Memperjuangkan terlaksananya peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan Pekerja pada umumnya dan Anggota pada khususnya;
2. Memperjuangkan Anggota untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pengembangan karir sesuai dengan kemampuan masing-masing;
3. Memberikan pembelaan hak terhadap permasalahan antara Anggota dengan Perusahaan, yang pelaksanaannya mengacu pada Program Umum Serikat Pekerja;
4. Mempertinggi mutu pengetahuan, keterampilan bidang pekerjaan dan atau profesi serta kemampuan berorganisasi Anggota;
5. Melakukan kerjasama dengan badan pemerintah, swasta dan organisasi-organisasi lain di dalam maupun di luar negeri sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
6. Membina Anggota dalam mewujudkan kesatuan pola pikir, ucapan dan tindakan serta pengembangan mental dan rohani yang baik.
7. Meningkatkan peran serta Anggota dalam memajukan Perusahaan;
Pasal 10
Usaha
Selain tugas pokok sebagaimana tersebut pada Pasal 9, Serikat Pekerja dapat pula menjalankan usaha-usaha sosial ekonomi dan usaha-usaha lain yang sah dan bermanfaat untuk melayani kebutuhan Anggota, dengan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
PANJI, LAMBANG DAN KODE ETIK
Pasal 11
Panji, Lambang, dan Kode Etik
Dalam rangka menciptakan identitas, semangat kebersamaan, dan membina moral Anggota, Serikat Pekerja mempunyai panji, lambang, dan kode etik sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 Anggaran Dasar ini.
Pasal 12
Panji
Panji Serikat Pekerja merupakan bendera Serikat Pekerja dengan ciri-ciri:
1. Berbentuk persegi panjang dengan dasar warna krem;
2. Ukuran rasio perbandingan panjang : lebar = 115 cm:90 cm;
3. Ditengah-tengahnya ditempatkan lambang Serikat Pekerja;
4. Pada tiga sisinya terdapat jumbai-jumbai berwarna kuning keemasan.
Pasal 13
Lambang
Lambang Serikat Pekerja berupa logo Serikat Pekerja dengan ciri-ciri:
1. Berbentuk lingkaran dengan sepasang tangan menarik tali layar yang terkembang pada sebuah perahu, dan terdapat tulisan “SERIKAT PEKERJA BANK BNI” di sebelah kiri atas;
2. Ukuran rasio perbandingan tinggi : lebar = 14,5 cm : 12 cm;
3. Warna ada tiga yaitu:
- Biru tosca (biru BNI), terdapat pada:
- Tali layar;
- Tulisan “BANK BNI”.
- Orange (Orange BNI), terdapat pada:
- Badan perahu.
- Hitam, terdapat pada:
- Tulisan “SERIKAT PEKERJA”.
4. Tipe huruf yang dipergunakan dalam tulisan “SERIKAT PEKERJA” adalah Times New
Roman. Sedangkan tulisan “BANK BNI” menggunakan logo type Bank BNI.
Pasal 14
Kode Etik
Kode Etik Serikat Pekerja adalah:
1. Setiap Anggota bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta selalu menjunjung tinggi sikap jujur, disiplin, ramah dan dapat dipercaya;
2. Setiap Anggota memahami visi bisnis Bank BNI, meningkatkan sikap profesionalisme, berfokus kepada mutu, sehingga menjadi teladan bagi lingkungan kerja dan masyarakat;
3. Setiap Anggota selalu mengutamakan kebersamaan dengan mengembangkan komunikasi terbuka untuk saling asah, asih dan asuh, dapat bekerja sama serta bersaing sehat secara jujur dan adil;
4. Setiap Anggota selalu mempertahankan semangat perjuangan Bank BNI dengan senantiasa memegang teguh rahasia bank dan rahasia jabatan;
5. Setiap Anggota selalu berusaha menghindari konflik kepentingan pribadi dan atau golongan yang dapat merugikan reputasi dan integritas Bank BNI maupun Serikat Pekerja.
BAB VI
KEANGGOTAAN
Pasal 15
Keanggotaan
1. Setiap Pekerja berhak menjadi Anggota Serikat Pekerja.
2. Syarat-syarat menjadi Anggota Serikat Pekerja ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
Pasal 16
Hak Anggota
Anggota Serikat Pekerja berhak:
1. Memiliki hak suara;
2. Memilih dan dipilih dalam kepengurusan;
3. Bicara, mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan Serikat Pekerja baik secara lisan maupun tulisan;
4. Mendapatkan perlindungan dan pembelaan hak-hak Anggota;
5. Mendapatkan bantuan, bimbingan dan pendidikan dari Serikat Pekerja.
Pasal 17
Kewajiban Anggota
Anggota Serikat Pekerja berkewajiban:
1. Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan keputusan/peraturan Serikat Pekerja;
2. Membela dan menjunjung tinggi nama baik Serikat Pekerja;
3. Membayar iuran;
4. Menghadiri dan mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan Serikat Pekerja bila diperlukan.
BAB VIII
TINGKATAN DAN KEWENANGAN ORGANISASI
Pasal 18
Tingkatan Organisasi
Tingkatan Organisasi Serikat Pekerja terdiri atas:
1. Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja disingkat DPP berkedudukan di Jakarta atau tempat lain sesuai dengan kedudukan Kantor Besar;
2. Dewan Pengurus Daerah Serikat Pekerja disingkat DPD yang terdiri atas:
DPD Khusus yang berkedudukan di Kantor Besar;
DPD Kantor Wilayah yang berkedudukan di masing-masing Kantor Wilayah.
3. Dewan Pengurus Unit disingkat DPU yang terdiri atas:
a. DPU di masing-masing Unit Kerja yang berkedudukan di Kantor Besar;
b. DPU Khusus yang berkedudukan di masing-masing Kantor Wilayah;
c. DPU Kantor Cabang yang berkedudukan di masing-masing Kantor Cabang;
d. DPU Unit Kerja Lainnya yang berkedudukan di masing-masing Unit Kerja Lainnya.
Pasal 19
Kewenangan Organisasi
1. DPP Serikat Pekerja membawahi seluruh DPD dan DPU serta berwenang untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut kepentingan Serikat Pekerja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Umum, dan Kebijakan Serikat Pekerja.
2. DPD Khusus Kantor Besar membawahi seluruh DPU di Kantor Besar serta berwenang untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut kepentingan Serikat Pekerja DPD yang bersangkutan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Umum, dan Kebijakan Serikat Pekerja.
3. DPD kantor Wilayah membawahi seluruh DPU ( DPU Khusus Kantor Wilayah, DPU Kantor Cabang dan DPU Unit Kerja Lainnya ) yang berada di daerah wilayah kerja Kantor Wilayah dimaksud serta berwenang memutuskan hal-hal yang menyangkut kepentingan Serikat Pekerja di tingkat DPD yang bersangkutan sepanjang tidak berrtentangan dengan ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Umum, dan Kebijakan Serikat Pekerja.
4. DPU berwenang untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut kepentingan Serikat Pekerja di Unit Kerja yang bersangkutan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Umum dan Kebijakan Serikat Pekerja.
BAB IX
MUSYAWARAH DAN RAPAT KERJA
Pasal 20
Musyawarah dan Rapat Kerja
Jenis musyawarah dan rapat kerja diatur sebagai berikut:
Musyawarah terdiri dari:
a. Musyawarah Nasional (Munas);
- Musyawarah Daerah (Musda);
- Musyawarah Unit Kerja (Musnit).
- Rapat Kerja Nasional (Rakernas);
- Rapat Kerja Daerah (Rakerda);
- Rapat Kerja Unit (Rakernit).
Pasal 21
Musyawarah Nasional
1. Musyawarah Nasional diadakan setiap 2 (dua) tahun sekali dan dihadiri oleh utusan Dewan Pengurus Pusat (DPP), utusan Dewan Pengurus Daerah (DPD), dan Peserta Peninjau jika dianggap perlu.
2. Utusan DPD ditetapkan oleh Musyawarah Daerah/Rapat Kerja Daerah.
3. Jumlah utusan DPP sebanyak jumlah bidang yang ada di DPP sebanyak 8, sedangkan utusan DPD minimal 4 (empat) orang sesuai dengan jumlah komisi dalam Musyawarah Nasional.
4. Musyawarah Nasional dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab DPP.
5. Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat dilaksanakan bilamana:
a. Organisasi Serikat Pekerja berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi Serikat Pekerja ; dan/atau
b. Adanya suatu keadaan yang dihadapi oleh organisasi Serikat Pekerja yang mengharuskan perlunya perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
6. Musyawarah Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud ayat 5 di atas dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya ½ (setengah) ditambah 1 (satu) dari jumlah DPD yang ada.
7. Kewenangan Musyawarah Nasional Luar Biasa sama dengan Musyawarah Nasional.
8. Penundaan Musyawarah Nasional:
- Musyawarah Nasional dapat ditunda paling lama 1 (satu) tahun atas permintaan sekurang-kurangnya ½ (setengah) ditambah 1 (satu) dari jumlah DPD yang ada;
- Apabila setelah ditunda selama 1 (satu) tahun ternyata tidak dapat dilaksanakan Musyawarah Nasional maka atas kesepakatan sekurang-kurangnya ½ (setengah) ditambah 1 (satu) dari seluruh DPD Serikat Pekerja dibentuk “caretaker” dengan tugas melaksanakan Musyawarah Nasional.
- Menetapkan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Pekerja;
- Menilai Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja yang telah disampaikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan Musyawarah Nasional;
- Mengesahkan hasil penilaian Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja yang telah disampaikan sebelum Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja demisioner.
- Menetapkan Program Umum Serikat Pekerja;
- Memilih Pengurus DPP Serikat Pekerja;
- Menetapkan dan mengubah panji, lambang, dan kode etik Serikat Pekerja;
- Menetapkan atau mengubah keputusan/ketetapan organisasi Serikat Pekerja.
Pasal 22
Musyawarah Daerah
1. Musyawarah Daerah diadakan 2 (dua) tahun sekali sebelum Musyawarah Nasional dan dihadiri oleh:
a. Utusan Dewan Pengurus Pusat sebagai peninjau apabila dianggap perlu;
b. Unsur Dewan Pengurus Daerah;
c. Utusan Dewan Pengurus Unit Kerja yang berada di bawah DPD yang bersangkutan yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan keputusan/ketetapan DPD.
2. Jumlah unsur DPD dan utusan DPU ditetapkan berdasarkan hasil Rapat Kerja Daerah.
3. Musyawarah Daerah berwenang untuk:
a. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Daerah yang telah disampaikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan Musyawarah Daerah;
b. Mengesahkan hasil penilaian Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Daerah Serikat Pekerja yang telah disampaikan sebelum Dewan Pengurus Daerah Serikat Pekerja demisioner.
c. Menetapkan program kerja DPD;
d. Memilih dan menetapkan Pengurus DPD;
e. Menetapkan utusan DPD untuk Musyawarah Nasional.
4. Musyawarah Daerah dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab DPD.
5. Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat dilaksanakan bilamana DPD dipandang tidak mampu menjalankan program kerja dan atau menjalankan amanat anggota.
6. Musyawarah Daerah Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat 5 di atas dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya ½ (setengah) ditambah 1 (satu) dari jumlah DPU.
7. Kewenangan Musyawarah Daerah Luar Biasa sama dengan Musyawarah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas.
8. Pelaksanaan dan hasil Musyawarah Daerah/Musyarawah Daerah Luar Biasa wajib dilaporkan kepada Dewan Pengurus Pusat, selambat lambatnya 15 hari kerja sejak pelaksanaan Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa.
Pasal 23
Musyawarah Unit
1. Musyawarah Unit diadakan 2 (dua) tahun sekali sebelum Musyawarah Daerah dan dihadiri oleh:
- Utusan Dewan Pengurus Daerah sebagai peninjau apabila dianggap perlu;
- Pengurus dan Anggota pada unit kerja yang bersangkutan.
- Menilai laporan pertanggungjawaban pengurus DPU yang telah disampaikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan Musyawarah Unit;
- Mengesahkan hasil penilaian Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Unit Serikat Pekerja yang telah disampaikan sebelum Dewan Pengurus Unit Serikat Pekerja demisioner.
- Menetapkan program kerja pengurus DPU;
- Memilih dan menetapkan pengurus DPU;
- Menetapkan utusan untuk Musyawarah Daerah.
4. Musyawarah Unit Luar Biasa dapat dilaksanakan bilamana DPU dipandang tidak mampu menjalankan program kerja dan atau menjalankan amanat anggota.
5. Musyawarah Unit Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 di atas dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya ½ (setengah) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota DPU.
6. Kewenangan Musyawarah Unit Luar Biasa sama dengan Musyawarah Unit sebagaimana dimaksud pada ayat 2 di atas.
7. Pelaksanaan dan hasil Musyawarah Unit/Musyawarah Unit Luar Biasa wajib dilaporkan kepada Dewan Pengurus Daerah, selambat lambatnya 15 hari kerja sejak pelaksanaan Musyawarah Unit/Musyawarah Unit Luar Biasa.
Pasal 24
Rapat Kerja Nasional
1. Rapat Kerja Nasional adalah forum evaluasi, konsultasi dan penyampaian/ penyerapan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi.
2. Rapat Kerja Nasional berwenang untuk:
a. Menilai, memusyawarahkan serta mengesahkan laporan DPP antara 2 (dua) Musyawarah Nasional;
b. Menilai, mengembangkan serta menyempurnakan pelaksanaan program umum Serikat Pekerja;
c. Menetapkan jumlah unsur DPP dan utusan DPD yang akan hadir dalam Musyawarah Nasional.
3. Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh:
a. Dewan Pengurus Pusat;
b. Unsur Dewan Pengurus Daerah yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan keputusan/ketetapan DPP.
4. Rapat Kerja Nasional diadakan minimal 1 (satu) kali dalam masa periode kepengurusan.
5. Rapat Kerja Nasional dipimpin oleh Ketua Umum DPP atau Pengurus yang ditunjuk.
Pasal 25
Rapat Kerja Daerah
1. Rapat Kerja Daerah adalah forum evaluasi, konsultasi dan penyampaian/ penyerapan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan operasional di tingkat daerah yang bersangkutan.
2. Rapat Kerja Daerah berwenang:
a. Menilai, memusyawarahkan serta mengesahkan laporan DPD antara 2 (dua) Musyawarah Daerah;
b. Menilai, mengembangkan serta menyempurnakan pelaksanaan program kerja DPD;
c. Menetapkan jumlah unsur DPD dan utusan DPU yang akan hadir dalam Musyawarah Daerah.
d. Menetapkan utusan untuk Musyawarah Nasional.
3. Rapat Kerja Daerah dihadiri oleh:
a. Utusan Dewan Pengurus Pusat sebagai peninjau apabila dianggap perlu;
b. Dewan Pengurus Daerah;
c. Unsur Dewan Pengurus Unit Kerja yang berada di bawah DPD yang bersangkutan yang jumlahnya ditetapkan oleh DPD.
4. Rapat Kerja Daerah diadakan minimal 1 (satu) kali dalam masa periode kepengurusan.
5. Rapat Kerja Daerah dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah atau Pengurus yang ditunjuk.
Pasal 26
Rapat Kerja Unit
1. Rapat Kerja Unit adalah forum evaluasi, konsultasi dan penyampaian/penyerapan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program operasional di tingkat unit kerja.
2. Rapat Kerja Unit dihadiri oleh :
a. Utusan Dewan Pengurus Daerah sebagai peninjau apabila dianggap perlu.
b. Dewan Pengurus Unit Kerja.
3. Rapat Kerja Unit diadakan minimal 1 (satu) kali dalam masa periode kepengurusan.
4. Rapat Kerja Unit dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus Unit atau pengurus yang ditunjuk.
BAB X
DEWAN PENGURUS SERIKAT PEKERJA
Pasal 27
Susunan Dewan Pengurus Pusat
1. Susunan DPP dapat terdiri dari:
a. Seorang Ketua Umum;
b. Beberapa orang Ketua;
c. Seorang Sekretaris Jenderal;
d. Beberapa orang Wakil Sekretaris;
e. Seorang Bendahara;
f. Beberapa orang Wakil Bendahara;
g. Beberapa orang Ketua Departemen.
2. DPP bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban Serikat Pekerja sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan Program Umum Serikat Pekerja.
3. DPP adalah pengemban amanat Musyawarah Nasional.
Pasal 28
Susunan Dewan Pengurus Daerah
1. Susunan DPD dapat terdiri dari:
a. Seorang Ketua;
b. Beberapa orang Wakil Ketua;
c. Seorang Sekretaris;
d. Beberapa orang wakil Sekretaris;
e. Seorang Bendaraha;
f. Seorang Wakil Bendahara;
g. Beberapa orang Ketua Biro.
2. DPD mengkoordinasikan dan mendorong aktivitas Serikat Pekerja yang ada di daerahnya.
3. DPD melaksanakan tugas dan kebijakan Serikat Pekerja di daerahnya.
4. Susunan DPD dikukuhkan oleh DPP Serikat Pekerja.
Pasal 29
Susunan Dewan Pengurus Unit
1. Susunan DPU dapat terdiri dari:
a. Seorang Ketua;
b. Seorang Wakil Ketua;
c. Seorang Sekretaris;
d. Seorang Wakil Sekretaris;
e. Seorang Bendahara;
f. Seorang Wakil Bendahara;
g. Beberapa Seksi.
2. DPU mengkoordinasikan dan mendorong aktivitas Serikat Pekerja Unit Kerja yang bersangkutan.
3. DPU melaksanakan tugas dan kebijakan Serikat Pekerja Unit Kerja yang bersangkutan.
4. Susunan Dewan Pengurus Unit Kerja dikukuhkan oleh DPD Serikat Pekerja yang membawahi Unit Kerja yang bersangkutan.
Pasal 30
Periode Kepengurusan
1. Periode kepengurusan Serikat Pekerja adalah 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal ditetapkan, kecuali ditentukan lain berdasarkan keputusan/ketetapan organisasi.
2. Masa jabatan pengurus untuk Ketua Umum bagi DPP dan Ketua DPD maupun DPU maksimal 2 (dua) periode.
3. Ketentuan yang mengatur pergantian pengurus antar waktu diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XI
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERATURAN PERALIHAN
Pasal 31
Perubahan Anggaran Dasar
Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional Serikat Pekerja yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) dari jumlah anggota peserta yang hadir dengan ketentuan kuorum.
Pasal 32
Peraturan Peralihan
Hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Penutup
Anggaran Dasar ini berikut perubahannya berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
SERIKAT PEKERJA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Syarat dan Ketentuan Keanggotaan
1. Persyaratan menjadi Anggota Serikat Pekerja adalah:
a. Tercatat sebagai Pekerja BNI dan berkewarganegaraan Indonesia;
b. Mengisi formulir pendaftaran keanggotaan dan melengkapi persyaratan administrasi lainnya jika diperlukan;
c. Bersedia mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan dan ketetapan/keputusan organisasi Serikat Pekerja;
d. Tidak menjadi anggota serikat pekerja di luar Serikat Pekerja Bank BNI.
2. Setiap Anggota diberikan kartu Anggota yang diterbitkan oleh DPP Serikat Pekerja.
Pasal 2
Kehilangan Keanggotaan
Keanggotaan Serikat Pekerja hilang apabila:
a. Meninggal dunia;
b. Kehilangan status sebagai Pekerja BNI;
c. Diberhentikan dari keanggotaan Serikat Pekerja akibat tindakan indisipliner;
d. Berhenti dengan suka rela disertai dengan pernyataan tertulis.
e. Menjadi anggota Serikat Pekerja lain.
Pasal 3
Sanksi terhadap Anggota
1. Dewan Pengurus Daerah (DPD) atas usul dari Dewan Pengurus Unit (DPU) dapat menjatuhkan sanksi terhadap Anggotanya yang disampaikan secara tertulis, apabila dianggap melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Pekerja maupun keputusan/ketetapan organisasi Serikat Pekerja.
2. Setiap Anggota yang dikenai sanksi mempunyai hak mengajukan pembelaan atau keberatan kepada DPP Serikat Pekerja terhadap sanksi yang dijatuhkan.
3. Apabila pengajuan keberatan dapat diterima, Dewan Pengurus Serikat Pekerja pada tingkatan yang bersangkutan, harus memulihkan hak keanggotaannya.
4. Setiap pemberian sanksi kepada Anggota oleh DPD Serikat Pekerja harus dilaporkan kepada DPP Serikat Pekerja.
Pasal 4
Jenis Sanksi
Setiap Anggota yang melakukan tindakan yang merugikan organisasi, dapat dikenakan sanksi organisasi berdasarkan besar kecilnya kesalahan yang dilakukan, berupa:
a. Peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali;
b. Diberhentikan sebagai Anggota.
BAB II
PEMBENTUKAN DEWAN PENGURUS PUSAT, DAERAH, UNIT KERJA
Pasal 5
Dewan Pengurus Pusat
Di tingkat nasional dibentuk Dewan Pengurus Pusat.
Pasal 6
Dewan Pengurus Daerah
1. Di Kantor Besar dibentuk Dewan Pengurus Daerah Khusus Serikat Pekerja untuk seluruh Unit Kerja yang berada di Kantor Besar BNI.
2. Di Kantor Wilayah dibentuk Dewan Pengurus Daerah Serikat Pekerja untuk Unit Kerja yang berada di Kantor Wilayah yang bersangkutan dan seluruh Unit Kerja Kantor Cabang maupun Unit Kerja Lainnya yang berada di wilayah kerja Kantor Wilayah yang bersangkutan.
Pasal 7
Dewan Pengurus Unit
1. Di Kantor Besar dibentuk DPU di masing-masing Divisi/Biro/Satuan/Unit.
2. Di Kantor Wilayah dibentuk DPU Khusus Kantor Wilayah yang bersangkutan.
3. Di Kantor Cabang dibentuk DPU Kantor Cabang yang meliputi Kantor Cabang yang bersangkutan, dan unit-unit kerja yang merupakan bagian dari Kantor Cabang.
4. Di Unit Kerja Lainnya dibentuk DPU Unit Kerja Lainnya dimaksud.
5. Persyaratan pembentukan DPU minimal memiliki anggota 10 (sepuluh) orang pada saat pembentukan, dan jika kurang dari 10 (sepuluh) orang maka Anggota tersebut dapat bergabung dengan DPU lain di lokasi terdekat.
6. Pembentukan DPU baru berikut pengurus dan jumlah anggota harus dilaporkan kepada DPD setempat.
7. Dalam hal terjadi pembubaran DPU antara lain karena adanya pembubaran unit organisasinya, maka Pengurus DPU wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban kepada anggotanya dengan tembusan kepada DPD setempat.
BAB III
HAK SUARA
Pasal 8
Hak Suara dalam Musyawarah Nasional
1. Yang mempunyai hak suara dalam Musyawarah Nasional adalah:
a. Unsur Dewan Pengurus Pusat;
b. Utusan Dewan Pengurus Daerah.
2. Peserta pada ayat 1 pasal ini, mempunyai hak suara yang sama.
Pasal 9
Hak Suara Dalam Musyawarah Daerah
1. Yang mempunyai hak suara dalam Musyawarah Daerah adalah:
a. Unsur Dewan Pengurus Daerah;
b. Utusan Dewan Pengurus Unit Kerja yang berada di bawahnya.
2. Peserta pada ayat 1 pasal ini, mempunyai hak suara yang sama.
Pasal 10
Hak Suara Dalam Musyawarah Unit
Yang mempunyai hak suara dalam Musyawarah Unit adalah seluruh Anggota Serikat Pekerja pada unit yang bersangkutan yang hadir pada Musyawarah Unit.
BAB IV
KUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MUSYAWARAH
Pasal 11
Kuorum
Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah, dan Musyawarah Unit dinyatakan sah atau telah memenuhi kuorum apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) dari jumlah peserta yang hadir dan memiliki hak suara, yang didasarkan pada Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 Anggaran Rumah Tangga ini.
Pasal 12
Pengambilan Keputusan
1. Keputusan-keputusan Musyawarah diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
2 . Apabila musyawarah untuk mufakat sebagai yang dimaksud pada ayat 1 Pasal ini tidak tercapai, maka pengambilan keputusan didasarkan pada suara terbanyak.
BAB V
PEMILIHAN PENGURUS SERIKAT PEKERJA
Pasal 13
Persyaratan Jabatan Pengurus
Persyaratan Umum menjadi Pengurus Serikat Pekerja adalah:
1. Anggota Serikat Pekerja;
2. Memiliki jiwa kepemimpinan, cakap, jujur dan bertanggung jawab;
3. Memahami kedudukan, fungsi dan kewajiban Serikat Pekerja;
4. Memiliki loyalitas, dedikasi dan integritas;
5. Untuk Jabatan Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, dan Ketua DPP Serikat Pekerjamemiliki masa kerja sebagai Pekerja minimal 10 tahun dan tidak sedang menjalani hukuman jabatan pada saat terpilih;
6. Untuk Jabatan Ketua dan Wakil Ketua DPD Serikat Pekerja memiliki masa kerja sebagai Pekerja minimal 5 tahun;
7. Untuk Jabatan Ketua dan Wakil Ketua DPU Serikat Pekerja memiliki masa kerja sebagai Pekerja minimal 3 tahun;
8. Tidak menjabat sebagai Pemimpin yang membidangi fungsi sumber daya manusia, pengawasan internal, kepatuhan, jaringan distribusi, keuangan, dan sekretaris perusahan.
9. Jabatan di Kepengurusan Serikat Pekerja tidak menimbulkan benturan kepentingan dengan jabatan yang bersangkutan di Perusahaan.
10.Untuk menjadi Pengurus harus menyatakan kesediaannya secara tertulis;
11.Pengurus bekerja pada unit di lokasi wilayah kerja yang sama dengan DPP/DPD/DPU yang bersangkutan kecuali untuk jabatan Ketua Umum DPP dan Ketua DPD.
Pasal 14
Dewan Pengurus Pusat
1. Dewan Pengurus Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional Serikat Pekerja.
2. Tata cara pemilihan Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Nasional.
Pasal 15
Dewan Pengurus Daerah
1. Dewan Pengurus Daerah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Daerah Serikat Pekerja.
2. Tata cara pemilihan Dewan Pengurus Daerah diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Daerah.
Pasal 16
Dewan Pengurus Unit
1. Dewan Pengurus Unit Kerja dipilih dan ditetapkan oleh Anggota Serikat Pekerja Unit Kerja yang bersangkutan.
2. Tata cara pemilihan Dewan Pengurus Unit Kerja diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Unit.
Pasal 17
Perangkapan Jabatan Pengurus
Pengurus hanya diperbolehkan merangkap satu jabatan pada Dewan Pengurus lainnya.
Pasal 18
Tata Kerja Pengurus
Pembagian tugas dan tata kerja Pengurus diatur dalam keputusan/ketetapan organisasi.
BAB VI
KELENGKAPAN ORGANISASI
Pasal 19
Kelengkapan Organisasi
1. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas, Dewan Pengurus Pusat dapat membentuk kelengkapan organisasi sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan/ketetapan organisasi.
2. Kelengkapan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal ini antara lain adalah Sekretariat dan Lembaga yang diperlukan sebagai badan pembantu penyelenggara teknis operasional.
BAB VII
PEMBERHENTIAN DARI KEPENGURUSAN
DAN TINDAKAN DISIPLIN
Pasal 20
Berhenti dari Kepengurusan
Anggota Pengurus Serikat Pekerja berhenti karena salah satu hal sebagai berikut :
1. Atas permintaan sendiri;
2. Meninggal dunia;
3. Kehilangan status sebagai Pekerja BNI;
4. Tindakan indisipliner;
5. Tidak memenuhi persyaratan jabatan pengurus sebagaimana diatur dalam pasal 13 Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 21
Jenis Sanksi
Setiap Anggota pengurus dapat dikenakan sanksi sesuai dengan besar kecilnya kesalahan yang dilakukan, sampai bentuk pemecatan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Peringatan;
2. Skorsing;
3. Pemecatan.
Pasal 22
Peringatan
1. Terhadap anggota pengurus yang merugikan organisasi, dapat dikenakan tindakan peringatan atas dasar keputusan rapat pengurus di tingkat organisasi yang bersangkutan.
2. Tindakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini dikenakan terhadap anggota pengurus karena terbukti :
a. Melalaikan tugas;
b. Menyalahgunakan hak milik organisasi;
c. Menyalahgunakan kedudukan dan wewenang, yang mencemarkan nama baik/citra organisasi;
d. Melakukan perbuatan yang tercela yang merugikan martabat pribadi, keluarga, atau organisasi.
Pasal 23
Skorsing
1. Tindakan skorsing terhadap pengurus dilakukan apabila telah diperingatkan sebanyak 3 (tiga) kali.
2. Tindakan skorsing dikenakan atas dasar keputusan rapat pengurus ditingkat organisasi yang bersangkutan.
3. Dalam masa skorsing, anggota pengurus yang bersangkutan kehilangan hak dan fungsinya sebagai pengurus.
Pasal 24
Pemecatan
1. Tindakan pemecatan terhadap anggota pengurus dapat diambil sebagai lanjutan dari tindakan skorsing.
2. Tindakan pemecatan terhadap anggota pengurus Serikat Pekerja dilakukan oleh Dewan Pengurus Pusat atas permintaan Pengurus Serikat Pekerja di masing-masing tingkatan secara berjenjang.
Pasal 25
Pengecualian
Dewan Pengurus di tingkat organisasi yang bersangkutan, dapat melakukan tindakan skorsing atau pemecatan, dengan mengecualikan ketentuan Pasal 21 Anggaran Rumah Tangga ini apabila dipandang perlu bagi kepentingan organisasi.
Pasal 26
Pembelaan Diri
1. Anggota Pengurus yang terkena tindakan skorsing dan pemecatan dapat membela diri melalui :
a. Untuk anggota DPP melalui Musyawarah Nasional;
b. Untuk anggota DPD dan anggota DPU melalui Musyawarah Daerah.
2. Apabila pengajuan keberatan atau pembelaan atas sanksi yang dijatuhkan dapat diterima maka musyawarah harus memulihkan hak kepengurusan.
Pasal 27
Menjadi Anggota Serikat Pekerja lain
Anggota Serikat Pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja lain dianggap mengundurkan diri/berhenti dari keanggotaan Serikat Pekerja terhitung sejak berlakunya keanggotaan yang bersangkutan pada serikat pekerja lain.
Pasal 28
Pergantian Pengurus Antar Waktu
1. Pergantian pengurus antar waktu adalah tindakan pengisian kekosongan jabatan pengurus organisasi Serikat Pekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 Anggaran Rumah Tangga ini atau sebab-sebab lainnya yang mengakibatkan kekosongan jabatan tersebut.
2. Pengisian lowongan pengurus antar waktu dilakukan dengan Keputusan Dewan Pengurus di setiap jenjang organisasi Serikat Pekerja yang bersangkutan.
3. Ketentuan pada ayat 2 Pasal ini untuk DPD atau DPU wajib dilaporkan kepada perangkat organisasi Serikat Pekerja setingkat di atasnya.
BAB VIII
PERGANTIAN KETUA UMUM DPP/DPD/DPU
Pasal 29
Pergantian Sementara Ketua Umum DPP
1. Dalam hal Ketua Umum :
a. Mutasi ke unit organisasi di luar kedudukan hukum Serikat Pekerja;
b. Cuti, melakukan perjalanan ibadah keagamaan, atau sakit,
maka fungsi dan kewenangan Ketua Umum dilaksanakan oleh Pelaksana Harian (Plh).
2. Fungsi dan kewenangan Pelaksana Harian (Plh) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas tidak boleh pada hal-hal yang bersifat strategis. Yang dimaksud dengan hal yang bersifat strategis antara lain melakukan pergantian pengurus antar waktu dan perjanjian/kesepakatan dengan Perusahaan atau pihak ketiga lainnya.
3. Penunjukan Pelaksana Harian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini dilakukan berdasarkan keputusan rapat DPP.
Pasal 30
Pergantian Ketua Umum DPP
1. Dalam hal Ketua Umum berhalangan tetap atau berhenti dalam masa jabatannya karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga ini, maka fungsi dan kewenangannya dilaksanakan oleh salah seorang Ketua dan Sekretaris Jenderal secara bersama-sama sampai dengan ditetapkan penggantinya berdasarkan keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa.
2. Periode kepengurusan Pengurus baru dalam hal sebagaimana ayat 1 pasal ini tetap mengacu pada ketentuan pada pasal 30 Anggaran Dasar terhitung mulai tanggal ditetapkan.
3. Penunjukan salah seorang Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini dilakukan berdasarkan keputusan rapat DPP.
Pasal 31
Pergantian Ketua DPD/DPU
Dalam hal Ketua DPD/DPU berhalangan tetap atau berhenti dalam masa jabatannya karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga ini, maka fungsi dan kewenangannya dilaksanakan oleh Wakil Ketua I dan Sekretaris secara bersama-sama sampai dengan ditetapkan penggantinya berdasarkan keputusan Musyawarah Daerah/Unit.
BAB IX
KEUANGAN
Pasal 32
Sumber Keuangan
1. Keuangan Serikat Pekerja diperoleh dari:
a. Iuran Anggota Serikat Pekerja;
b. Sumbangan yang tidak mengikat;
c. Usaha-usaha lain yang sah.
2. Besarnya minimal iuran Anggota ditetapkan oleh DPP dengan memperhatikan aspirasi dari segenap DPD.
3. Masing-masing DPU berhak untuk menetapkan besarnya iuran Anggota lebih besar dari minimal iuran Anggota yang telah ditetapkan oleh DPP.
4. Pembagian hasil iuran Anggota diatur sebagai berikut:
a. Untuk DPP 10% (sepuluh persen) dari total minimal iuran Anggota;
b. Untuk DPD 30% (tigapuluh persen) dari total minimal iuran Anggota;
c. Untuk DPU sebesar selisih dari total iuran Anggota yang telah diterima DPU yang bersangkutan setelah dikurangi bagian untuk DPP dan DPD tersebut diatas.
5. DPP mengalokasikan anggaran setiap tahun kepada setiap DPD dan DPU secara proporsional sesuai dengan kemampuan keuangan DPP.
Pasal 33
Anggaran
1. Keuangan Serikat Pekerja dipergunakan untuk kepentingan organisasi Serikat Pekerja dengan berpedoman pada Anggaran yang sudah ditetapkan.
2. Rencana Anggaran dibuat dan diajukan pada setiap awal tahun anggaran.
Pasal 34
Pertanggungjawaban Keuangan
Pengurus Serikat Pekerja berkewajiban memberikan laporan pertanggungjawaban keuangan kepada Anggota secara tertulis sedikitnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
BAB X
PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI
Pasal 35
Jaminan Bagi Pengurus
Pengurus Serikat Pekerja wajib memberikan perlindungan hak berorganisasi bagi anggota Pengurus Serikat Pekerja sesuai dengan jenjang organisasinya dalam hal anggota Pengurus yang bersangkutan dihalang-halangi dalam segala bentuknya melakukan kegiatan Serikat Pekerja.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 36
Lain-lain
1. Dalam hal Dewan Pengurus Serikat Pekerja pada suatu tingkatan tidak berfungsi maka Dewan Pengurus Serikat Pekerja setingkat di atasnya diharuskan mengambil tindakan tertentu untuk menyelamatkan kepentingan organisasi Serikat Pekerja.
2. Masa kepengurusan dinyatakan demisioner pada saat terpilihnya pimpinan Sidang Musyawarah Nasional/Musyawarah Daerah/Musyawarah Unit tanpa menghilangkan/mengurangi kewajiban kepengurusan yang belum terselesaikan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan Peralihan
1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam peraturan-peraturan organisasi Serikat Pekerja.
2. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat dirubah dalam Musyawarah Nasional.
Pasal 38
Penutup
1. Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Rumah Tangga ini merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar.
2. Anggaran Rumah tangga ini berikut perubahannya berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar