Selasa, 22 Oktober 2013

GOOD BYE SERVICE, WELCOME CARE



Hazairin Bakri (Ketua DPU SP BNI Semarang Periode Thn 2009-2011)

Saat ini menjabat sebagai Pemimpin BNI KLN KLATEN, KCU SRS
 
 
 

SALAM SP....!!
 
Tulisan diatas sejujurnya terinspirasi dari status Blackberry salah seorang sahabat yang berdinas BNI Wilayah Padang, dan setelah ijin copas untuk dijadikan status BB untuk penulis, munculah berbagai tanggapan yang beragam bahkan ada yang menggelikan. Ada yang mengirim message melalui japri kalau service tetap senjata utama dalam bisnis perbankan, ada juga yang merespon bahwa dalam bisnis jasa yang dijual hanyalah service…service dan service….bahkan yang bikin penulis tertawa terpingkal-pingkal ada juga yang menganggap penulis sedang galau dan stress dalam mengemban tanggungjawabnya sebagai Pemimpin KLN untuk meningkatkan bisnis, layanan dan transaksi.
 
Sebenarnya maksud penulis mengangkat judul diatas, bukan berarti ingin memberikan pandangan bahwa unsur service harus ditinggalkan sama sekali. Justru penulis ingin menyampaikan bahwa untuk merebut hati para nasabah perbankan, tidaklah cukup hanya dengan memberikan pelayanan yang prima atau service excellence saja, namun harus diperkuat dengan unsur CARE.
 
Menurut pandangan penulis, kondisi persaingan di sector perbankan saat ini sudah masuk pada fase “Chaos”, yang menimbulkan beberapa konsekuensi dan dampak di pasar, antara lain :
1. Munculnya tuntutan akan berbagai kemudahan
2. Tuntutan nasabah beragam
3. Strategi bisnis bank berubah dari product centris menjadi customer centris
4. Berubahnya paradigma melayani
5. Nasabah telah mengambil alih fungsi control kualitas layanan
6. Kualitas layanan bukan sekedar aktivitas, tapi reputasi dan investasi jangka panjang.
 
Farid Subkan, Chief Operation Markplus Insight dalam tulisannya yang berjudul “Menilik Pratik Service With Care di Dunia Perbankan” (Majalah Marketeer edisi Februari, 2011) memberikan pandangan ada beberapa tingkatan model pelayanan nasabah yang dapat diterapkan oleh bank. Tingkat pelayanan  yang paling dasar adalah pemberian pelayanan standar yang sering disebut dengan service excellence. Pada level ini, bank tidak perlu membeda-bedakan bagaimana cara melayani nasabah antara yang satu dengan yang lainnya dengan asumsi mereka memiliki common needs dan interests yang relatif sama atau paling tidak bisa dianggap sama. Hal itu banyak diterapkan perbankan untuk melayani nasabah segmen mass banking.
 
Pada tingkatan kedua adalah branded service, yaitu pelayanan yang tidak hanya menonjolkan aspek excellence namun juga harus unik atau berbeda dengan para pesaing serta disesuaikan dengan brand promise yang dijanjikan bank kepada target pasarnya. Dengan demikian, pada level ini model pelayanan setiap bank tidak harus sama dengan model pelayanan dari bank lain.
 
Model pelayanan yang paling tinggi adalah  Service with Care. Care dalam model pelayanan ini bukannya sekedar care dalam arti berempati kepada nasabah seperti dalam konsep dasar dalam pelayanan “service excellence”, namun lebih mengutamakan esensi dari sebuah pelayanan yaitu mengutamakan pemberian solusi kepada nasabah. Pada model pelayanan ini, care baru dapat diberikan kepada nasabah jika bank memiliki budaya pelayanan yang kuat yang didukung dengan SDM bank yang memiliki “karakter”.         Karakter yang dimaksud adalah trustworthiness, fairness, responsibility, respect, corporate citizenship, dan caring.
 
Indikator utama sebuah bank menerapkan Service with Care adalah jika nasabah sudah merasakan pelayanan yang caring. Diantara atribut caring yang dimaksud adalah sikap senantiasa peduli kepada nasabah, senantiasa ringan tangan dan siap membantu nasabah, melayani nasabah tidak sekedar karena aspek komersial saja, menunjukkan kesabaran dalam melayani nasabah, sikap melayani yang tulus dan sepenuh hati (tidak robotic), serta mudah memaafkan nasabah jika nasabah membuat kesalahan. Penulis biasa menyebutnyanya dengan istilah care yang tangible dimana semua kepedulian itu harus ditunjukkan dalam bentuk yang nyata atau tidak dibuat-buat (murni dari hati terdalam).
Sependapat dengan Farid Subkan, maka pelaksanaan Service with Care dari sebuah bank akan dipengaruhi secara langsung oleh lima faktor utama yaitu pelayanan yang memiliki credibility dan dependability serta mengutamakan courtesy, comfortability, dan connectivity. Maksud dari credibility adalah bahwa nasabah dapat merasakan adanya jaminan dan merasa yakin akan kualitas pelayanan yang baik yang bisa didapatkan dari sebuah bank. Adapun dependability adalah pelayanan bank yang mengutamakan pemberian solusi kepada nasabah dan bukan sekadar menjalankan SOP. Disini bank disebut sebagai “care giver” dan bukan sekadar “service provider” seperti dalam konsep pelayanan basicservice excellence”. Disamping itu pelayanan harus dijalankan secara “courtesy” yaitu pelayanan yang tidak hanya menonjolkan aspek “hangat dan ramah” namun juga harus disertai dengan sikap kejujuran dan memiliki jiwa melayani (sense of service).
Selanjutnya fasilitas maupun benefit yang bersifat fisik yang disediakan oleh bank harus berorientasi untuk memberikan “comfortability” atau kenyamanan bagi nasabah selama melakukan transaksi baik di cabang maupun di semua channel transaksi yang ditawarkan kepada nasabah.  Disamping itu bank juga harus melakukan komunikasi dengan bahasa yang sangat mudah dimengerti oleh nasabah “customer oriented”. Sedangkan faktor kelima yang secara langsung mempengaruhi Service with Care adalah “connectivity”, artinya bank harus membangun relationship yang kuat dengan nasabah sehingga bisa memahami kebutuhan dan harapan mereka, dan memperhatikan secara sunggguh-sungguh masukan yang disampaikannya untuk perbaikan pelayanan.
Untuk dapat menjalankan lima hal dalam Service With Care tersebut, bank harus didukung oleh lingkungan dan budaya kerja yang memiliki lima sifat karakter. Karakter trustworthiness dan fairness merupakan pondasi utama bagi bank untuk dapat memberikan pelayanan yang credible. Trustworthiness terutama diindikasikan dengan sifat keterbukaan, kejujuran, transparan, sungguh-sungguh, ketulusan, serta sangat menjaga reputasi bank. Sedangkan fairness ditunjukkan dengan sikap yang menjunjung tinggi keterbukaan, keadilan, tidak mengambil kesempatan keuntungan sepihak ketika nasabah sedang lemah, serta menjunjung tinggi peraturan yang berlaku.
Adapun sebuah pelayanan yang dependable dapat dijalankan oleh bank jika lingkungan kerja dan SDM perusahaan menjunjung tinggi asas responsibility. Hal tersebut diantaranya ditunjukkan dengan sikap yang berorientasi hasil dan bukan sekedar menjalankan prosedur serta memiliki tanggung-jawab yang kuat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada nasabah. Disamping itu, courtesy kepada nasabah dapat dijalankan dengan baik apabila lingkungan kerja bank memiliki budaya respect. Budaya respect ini diantaranya ditunjukkan dengan sikap menjunjung tinggi rasa hormat dan saling menghargai, bertutur kata secara santun, dan memberikan perlindungan kepada nasabah. Hal yang sangat penting dan menjadi pilar dasar bagi keberhasilan semua dimensi Service with Care adalah corporate citizenship. Apabila bank tidak didukung oleh SDM yang memiliki karakter ini, maka akan menjadi sulit untuk mewujudkan seluruh nilai-nilai dalam budaya pelayanan yang diusung. Hal ini diantaranya ditunjukkan dengan sikap karyawan yang menunjukkan sportifitas dalam menjalankan aturan dan policy bank untuk kepentingan perusahaan dan nasabah.
 
Pada kesempatan ini, penulis juga sampaikan beberapa hasil survey atau data statistic yang berkaitan dengan kualitas layanan, antara lain :
 
  1. Data statistic dari Quality at work mengenai alasan menghilangnya nasabah dari berbagai perusahaan jasa : 1 % dikarenakan meninggal dunia, 3 % pindah tempat tinggal, 4 % menghilang dengan sendirinya, 5 % berpindah menurut anjuran teman, 9 % price tempat lain lebih baik, 10 % karena mengeluh terus menerus dan 68 % petugas acuh tak acuh dengan kebutuhannya (tidak care).
  2. Hasil Studi “National Productivity Board” di Singapura, menunjukkan : 77 % responden menyatakan tidak akan kembali jika mendapatkan pelayanan yang buruk di perbankan, restoran, pusat perbelanjaan atau “service counter” dan 55 % responden menyatakan akan memberitahukan kepada teman mereka agar tidak pergi ke tempat tersebut.
  3. Fakta-Fakta Penting : 1. Hanya 5 % nasabah yang tidak puas akan complain kepada perusahaan dan sisanya yang 95 % langsung pindah ke competitor (tempat lain). 2. Satu orang nasabah yang tidak puas, akan cerita kepada 10 s/d 20 orang teman/koleganya, sementara itu nasabah yang puas hanya akan memberitahu maksimal kepada teman/koleganya. 3. Butuh biaya lima kali lipat untuk mendapatkan pelanggan baru daripada membina pelanggan yang sudah ada.
 
“ Nasabah bukanlah orang asing pada bisnis kita, ia adalah bagian dari kita, jika kita tidak memahami nasabah, berarti kita tidak memahami bisnis kita ”
 
“ Kita tidak melayaninya karena kemurahan hati kita, tapi dialah yang memberikan kemurahan kepada kita dengan memberikan kesempatan kepada kita untuk melayaninya “
 
TERIMAKASIH SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar